Sengketa Lahan di Sei Semayang Memanas: Pengakuan Eks Manajer PTPN II Ungkap Fakta Mengejutkan

JurnalTransparansi.com – Deli Serdang, Sengketa lahan antara 49 warga Desa Sei Semayang, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang, dengan PT Perkebunan Nusantara I Regional 1 (d/h PTPN II) kembali memanas setelah pengakuan mengejutkan dari mantan pejabat perusahaan.

Dalam wawancara eksklusif, Bernard S., salah satu penggugat, menyampaikan bahwa mantan Manajer PTPN II pernah mengaku secara langsung bahwa tanah seluas sekitar 14 hektare yang disengketakan “tidak masuk dalam Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan”.

“Beliau secara langsung mengatakan kepada saya bahwa tanah itu memang tidak masuk dalam HGU PTPN II. Jadi sangat aneh kalau sekarang tiba-tiba diklaim sebagai aset perusahaan,” ungkap Bernard, Senin (22/7).

Pengakuan ini memperkuat keyakinan warga bahwa hak mereka telah dirampas secara sepihak. Sejak awal 2000-an, lahan tersebut telah dikelola dan dimanfaatkan warga tanpa intervensi dari PTPN II. Bahkan beberapa rumah permanen telah berdiri sejak tahun 2002 tanpa keberatan dari perusahaan.

Kuasa hukum para penggugat membeberkan sejumlah kejanggalan dalam klaim HGU yang dikemukakan oleh PTPN:

  • Tidak adanya patok HGU di sekitar lahan
  • Tidak terdapat peta bidang yang menunjukkan keterkaitan dengan HGU Nomor 90
  • Lokasi sengketa dikelilingi pemukiman bersertifikat SHM
  • Kesalahan sasaran pada surat somasi tahun 2018 yang menyebut lokasi di Pasar IX, padahal objek perkara berada di Pasar VII

Bahkan aktivitas warga seperti pembangunan jalan dan penimbunan telah berlangsung lebih dari enam tahun tanpa gangguan. Iklan penjualan tanah oleh warga juga telah tayang terbuka di media sejak awal 2000-an tanpa gugatan dari perusahaan.

“Bagaimana mungkin PTPN mengklaim tanah itu sebagai asetnya, sementara kantor distrik mereka di dekat lokasi bahkan dibeton permanen mengelilingi rumah warga,” tegas Bernard.

Ironisnya, baru pada Maret 2018, PTPN I datang dengan alat berat merusak tanaman jagung milik warga, tanpa dasar hukum yang jelas, namun tidak menyentuh bangunan rumah yang berdiri sejak lama.

Tim hukum warga kini meminta majelis hakim Pengadilan Negeri Lubuk Pakam memberikan perhatian khusus terhadap pengakuan mantan manajer tersebut, yang dinilai membuka tabir dugaan manipulasi administrasi agraria oleh pihak perusahaan.

“Kami berharap keadilan tidak sekadar menjadi wacana. Ini saatnya menunjukkan bahwa hukum berpihak pada kebenaran dan rakyat kecil,” tegas kuasa hukum dalam konferensi pers sebelumnya.

Perkara ini telah menjadi perhatian publik dan aktivis agraria. Banyak pihak menanti keputusan pengadilan yang bisa menjadi tonggak penting bagi penegakan keadilan agraria di Sumatera Utara. (RiL)