PN Sidikalang Gelar Sidang Perkara Tanah di Silalahi, Tergugat Hadirkan 3 Saksi dan 1 Ahli

JurnalTransparansi.com | Sidikalang, 30 September 2025 — Pengadilan Negeri Sidikalang melaksanakan sidang atas perkara gugatan perbuatan melawan hukum yang terdaftar dalam perkara nomor 17/Pdt.G/2025/PN.Sdk dengan agenda Saksi-saksi dari Tergugat.

Sidang ini digelar dan berlangsung di Ruang Pengadilan Negeri Sidikalang yang di pimpin langsung oleh Ketua Majelis Hakim Mhd. Iqbal Fahri Purba, SH, MH, bersama hakim anggota Jafan Fifaldi Harahap, SH dan Agung Christofan Sinuhaji, SH beserta Panitera Eljon Gultom.

Dalam persidangan kali ini, Tergugat melalui Kuasa Hukumnya Benson Gurusinga, SH, MH dan Andi Hakim, SH, MH menghadirkan 4 saksi terdiri dari 3 saksi fakta dan 1 saksi ahli untuk dapat memberikan keterangan dan kesaksiannya di muka persidangan.

Hasil pantauan tim di persidangan, 3 saksi fakta yang dihadirkan oleh Tergugat mengaku merupakan keturunan langsung dari Raja Silahisabungan yaitu dari Rumasondi Dolok bernama Marudut, Rumasondi Tonga bernama Nurhaida dan Raja Turpuk Pintubatu bernama Rianto Pintubatu.

Dalam kesaksiannya di persidangan Para saksi fakta yang dihadirkan oleh Tergugat menerangkan bahwa Odjahan Rumasondi merupakan Raja Turpuk dari Rumasondi Toruan, namun dikarenakan tidak berdomisili di Silalahi Na Bolak, maka dimandatkanlah kepada Lesmar Rumasondi untuk menjabat sebagai Plt Raja Turpuk Rumasondi Toruan.

Hal tersebut dipertegas juga oleh kesaksian sesama Keturunan Raja Silahisabungan yang merupakan Raja Turpuk dari Pintubatu bernama Rianto Pintubatu, “Raja Turpuk Rumasondi adalah Toruan ya Ojahan. Namun karena beliau tidak berdomisili di Silalahi Nabolak, mandat Raja Turpuk diserahkan kepada Lesmar Rumasondi. Pelantikan ini pun dilakukan setelah mendapat izin langsung dari Ojahan kepada kami para Raja Turpuk,” pungkas Rianto Pintubatu, Raja Turpuk dari Batu Raja.

“Seluruh tanah di Silalahi Nabolak adalah tanah adat warisan dari opung kami, Raja Silahisabungan. Tidak seorang pun di luar keturunan beliau dapat memiliki tanah secara langsung tanpa izin dari Raja Turpuk yang berwenang di wilayah tersebut. Ini bukan sekadar aturan, melainkan tatanan kerajaan yang telah berlangsung turun-temurun dan wajib kami jaga serta teruskan,” tegas Rianto Pintubatu.

Selain 3 saksi Fakta, Tergugat juga menghadirkan 1 Saksi Ahli yaitu Prof. Dr. Elisabeth N. Butarbutar, SH., MHum. yang merupakan Guru Besar Hukum Perdata dan juga Dekan pada Fakultas Hukum Universitas Katolik Santo Thomas di Medan. Prof. Elisabeth menjelaskan tentang hubungan UUPA dan hukum adat yaitu berlakunya undang-undang pokok agraria itu masih mengakui eksistensi hukum adat dimana dasar hukumnya pada pasal 5 UUPA yang menyebutkan hukum agraria itu adalah hukum adat sepanjang tidak mengganggu kepentingan negara.

“Penguasaan suatu tanah harus berlandaskan itikad baik, yakni penguasa tanah tidak mengetahui adanya cacat dalam penguasaannya, termasuk ketidaktahuan terhadap siapa pemilik sah tanah tersebut. Perlu ditegaskan pula bahwa putusan hakim pidana dalam perkara perusakan barang di atas tanah bukanlah bukti kepemilikan hak atas tanah. Putusan pidana hanya menyatakan adanya tindak pidana, sedangkan kepemilikan tanah merupakan ranah hukum perdata yang sama sekali tidak berkaitan dengan putusan pidana,” jelas Prof. Dr. Elisabeth N. Butarbutar, SH., MHum.

Agenda selanjutnya pada perkara ini adalah pengunggahan Kesimpulan oleh masing-masing Penggugat dan Tergugat. Sengketa di Silalahi Na Bolak ini tidak hanya menguji batas-batas hukum positif dan adat, tetapi juga menelusuri ulang legitimasi raja turpuk, garis keturunan, hingga siapa berhak berbicara atas tanah. isu yang sejak lama berdenyut di tepian Danau Toba. (D.A.K)