Jurnatransparansi-Medan, Jum’at (20/06/2025) Sejumlah mahasiswi yang tergabung dalam Aliansi Perempuan Cipayung Plus Sumatera Utara menggelar aksi damai dan menyampaikan pernyataan sikap terkait maraknya kasus kekerasan seksual dan pelecehan terhadap perempuan. Aksi ini digelar sebagai bentuk keprihatinan dan protes terhadap tindakan pelecehan verbal terhadap Ibu Kahiyang Ayu, istri Gubernur Sumatera Utara, yang baru-baru ini dilakukan oleh seorang pemuda melalui media sosial.
Aksi yang berlangsung di Medan ini melibatkan perwakilan dari berbagai organisasi kemahasiswaan, seperti KOHATI (Korps HMI-Wati), KOPRI (Korps PMII Putri), IMMawati, serta Bidang Perempuan KAMMI. Dengan membawa poster dan spanduk bertuliskan “Tegakkan Martabat Perempuan” dan “Hentikan Kekerasan Seksual!”, massa aksi menyuarakan lima tuntutan utama kepada pemerintah dan aparat penegak hukum.
Salah satu perwakilan massa aksi, Khoirun Najwa, menyatakan bahwa pelecehan terhadap Ibu Kahiyang Ayu bukan hanya serangan terhadap individu, tetapi juga mencerminkan masih suburnya budaya misoginis di ruang publik dan digital.
> “Kalau perempuan sekelas Ibu Kahiyang saja bisa dilecehkan secara terbuka, bagaimana nasib perempuan biasa? Ini menjadi sinyal darurat bahwa kekerasan terhadap perempuan bisa menimpa siapa saja,” ujar Najwa saat diwawancarai di lokasi aksi.
Dalam pernyataannya, Aliansi Perempuan Cipayung Plus Sumut menegaskan bahwa kekerasan terhadap perempuan tidak boleh dinormalisasi dalam bentuk apapun — baik fisik, verbal, simbolik, maupun digital. Mereka juga mendesak agar pelaku pelecehan terhadap Ibu Kahiyang segera ditangkap dan diproses secara hukum, serta menyerukan penegakan UU TPKS tanpa kompromi.
Adapun lima tuntutan yang disampaikan dalam aksi tersebut mencakup:
1. Penangkapan dan proses hukum terhadap pelaku pelecehan terhadap Ibu Kahiyang Ayu.
2. Penuntasan seluruh kasus kekerasan seksual di Sumut, termasuk yang terjadi di kampus dan ruang digital.
3. Tindakan cepat dan adil dari aparat hukum tanpa menyudutkan korban.
4. Pembentukan forum advokasi hukum oleh Perempuan Cipayung Plus bersama pemerintah dan aparat.
5. Seruan membangun budaya anti kekerasan dan anti seksisme, terutama di media sosial.
Aliansi ini juga menyampaikan keprihatinan bahwa lemahnya penegakan hukum dan diamnya masyarakat telah memperparah kondisi kekerasan terhadap perempuan. Melalui aksi ini, mereka berharap semua elemen bangsa, khususnya generasi muda, turut ambil bagian dalam menciptakan ruang aman dan bermartabat bagi perempuan.
> “Hari ini Ibu Kahiyang yang jadi korban. Besok bisa siapa saja. Kami tidak akan diam,” tegas Najwa mengakhiri pernyataannya.