JurnalTransparansi.com – Medan, Tepat satu tahun sudah berlalu sejak Yarli Sidi Loi (41) melaporkan kasus pembacokan yang menimpanya ke Polsek Medan Labuhan, namun proses hukum terhadap para tersangka tak kunjung menunjukkan progres yang berarti. Laporan resmi dengan nomor LP/B/535/IV/2024/SPKT/Polsek Medan Labuhan/Polres Pelabuhan Belawan telah dibuat pada 15 Juli 2024, namun harapan Yarli untuk mendapatkan keadilan semakin menipis.
Dalam insiden yang terjadi di sekitar warung tuak milik salah satu tersangka, Yarli menjadi korban pembacokan brutal saat hendak pulang. Ia dibacok menggunakan kapak, mengenai bagian kepala dan lengan, sehingga mengalami luka berat yang mengakibatkan cacat permanen. Kejadian itu bermula dari kesalahpahaman, ketika pelaku mengira Yarli terlibat keributan, padahal yang ribut adalah orang lain.
“Saya tidak tahu kenapa saya jadi sasaran. Mereka langsung membacok saya tanpa konfirmasi,” ungkap Yarli dengan nada getir saat diwawancarai pada Senin (15/7/2025). Kondisi fisiknya yang kini terbatas menambah tekanan psikologis yang ia alami, apalagi melihat pelaku masih bebas berkeliaran di lingkungan sekitar.
Yang lebih mengiris hati, para tersangka bahkan disebut masih sering terlihat tertawa dan mengejek Yarli di depan umum. Ia pun mulai mencurigai adanya praktik suap yang membuat proses hukum seolah “dibekukan” oleh pihak berwenang. “Saya curiga kasus ini sengaja diperlambat. Tidak masuk akal kalau setahun berlalu dan tidak ada penahanan sama sekali,” tegasnya.
Ketika media mencoba meminta klarifikasi dari Kapolsek Medan Labuhan, Kompol Sibuea, SH, selama lima hari berturut-turut, jawaban yang diterima selalu sama: “Terima kasih atas informasinya, nanti kita cek kembali.” Jawaban singkat tersebut menimbulkan tanda tanya di kalangan masyarakat mengenai keseriusan aparat dalam menangani kasus kekerasan berat seperti ini.
Situasi ini menimbulkan kekecewaan dan polemik di tengah publik. Warga mempertanyakan integritas dan profesionalisme Polsek Medan Labuhan, mengingat korban sudah mengalami luka yang serius. Bahkan beberapa aktivis mulai menyuarakan bahwa penegakan hukum harus lebih transparan dan tidak tunduk pada tekanan atau kepentingan tertentu.
“Kami hanya ingin keadilan ditegakkan. Kalau kasus seperti ini saja tidak ditindaklanjuti, bagaimana nasib masyarakat biasa yang mencari perlindungan hukum?” ujar Yarli menutup pernyataannya. (D.A.K)